Setiap orang pasti mengenal yang namanya Sushi. Makanan yang khas dari Jepang dengan dua bahan utama yaitu nasi yang dicampur cuka dan makanan laut (ikan, kerang, udang, dll). Biasanya juga ada yang disisipi dengan wasabi, semacam lobak yang diparut dan rasanya pedas.
Walaupun belum bernama sushi, kalau dirunut silsilahnya perpaduan makanan dengan bahan utama nasi yang mempunyai rasa masam dan makanan laut sebenarnya sudah ada semenjak dahulu diluar Jepang. Masyarakat di daerah pegunungan di kawasan asia tenggara di daerah Thai dan sekitarnya, mempunyai cara mengawetkan makanan yang bisa jadi merupakan cikal bakal sushi. Mereka mengawetkan makanan, terutama makanan laut karena tempat tinggal di pegunungan tidak memungkinkan untuk terlalu sering menempuh jarak jauh naik turun gunung hanya untuk mencari ikan di laut. Cara mereka adalah makanan yang akan diawetkan itu biasanya ditaruh berselingan dengan nasi di dalam suatu wadah dan setelah susunan berlapis ini penuh kemudian diatasnya ditaruh batu pemberat. Melalui cara tersebut, seiring dengan berjalannya waktu, nasi yang berfermentasi kemudian menghasilkan cairan yang mempunyai rasa asam. Lalu cairan ini meresap ke dalam makanan yang mengakibatkan makanan setelah proses ini terasa asam.
|
Sushi yang disajikan satu set dari counter |
Kemudian di China, nama sushi sudah mulai muncul di dalam literatur abad ke 5 s/d 3 Sebelum Masehi. Makanan yang diawetkan juga bukan hanya ikan, namun juga unggas seperti burung, maupun hewan seperti babi. Nah, kalau di Jepang sendiri, nama sushi baru ditemukan di dalam literatur pada tahun 718 Masehi. Berbeda dengan cara makan/penyajian sushi yang populer sekarang, dahulu sushi yang sudah melalui proses pengawetan ini dimakan dengan membersihkan nasi yang menempel. Jadi mereka memakan sushi tanpa nasinya.
Waktu untuk dibutuhkan dalam proses pengawetan tersebut bervariasi. Umumnya dibutuhkan waktu 3-6 bulan. Seiring dengan populernya proses pengawetan ini, maka sushi kemudian menyebar ke berbagai daerah di Jepang. Di berbagai daerah tersebut, segala cara dilakukan demi memperpendek proses pengawetannya. Perbedaan cara ini berakibat munculnya berbagai jenis sushi yang populer di masing-masing daerah itu. Pada akhirnya, di jaman Edo, untuk lebih memperpendek prosesnya maka cuka dapur mulai dipakai untuk pengawetannya. Dengan cara ini prosesnya hanya memerlukan waktu beberapa hari saja.
|
Sushi a la carte |
Sushi yang kita temui sekarang pada awalnya dikenalkan di masa Edo dengan nama Edomae Nigiri Sushi. Karena Edo (Tokyo) lautnya kaya akan mineral dan komponen yang disukai ikan yang berasal dari sungai-sungai di hulunya dan mengendap, sehingga berbagai jenis ikan berkumpul di sini. Edomae berarti didepan edo yang identik dengan laut di sekitar Tokyo. Nigiri adalah cara membuat sushi dengan memadatkan nasi menggunakan tangan. Karena banyaknya jenis ikan yang dapat ditemui di lautnya, maka masyarakat yang tinggal di daerah Edo ingin ikan-ikan tersebut dapat langsung disantap dengan proses tanpa menunggu lama.
|
Sushi yang disajikan sepasang langsung dari counter |
Cara penyajian cepat Edomae nigiri sushi ini kemudian digemari masyarakat pada jaman itu. Umumnya sushi pada jaman ini disajikan di warung tanpa tempat duduk yang biasa disebut tachigui (makan sambil berdiri). Cara tachigui akan memudahkan bagi orang yang sekedar ingin menghilangkan rasa lapar, karena dia bisa masuk ke rumah makan tersebut lalu memesan dan tidak lama kemudian bisa menyantapnya dengan cepat. Dari segi bisnis, pemilik rumah makan tachigui juga diuntungkan karena putaran pengunjung bisa berganti dengan cepat.
Jenis sushi ada bermacam-macam. Jika dilihat dari cara membuatnya maka kita bisa menemui ada temakizushi, yaitu sushi yang dibalut dengan rumput laut. Ada pula chirashizushi, yaitu sushi yang tidak dikepal, namun menaruh neta (toping makanannya, terutama makanan dari laut) dihamburkan diatas nasi. Selain itu ada inarizushi, oshizushi, temarizushi, narezushi, gomokuzushi, dan lainnya. Menurut daerah asal sushinya, kita bisa menemui datemakizushi dari daerah chousi di chiba, shimazushi dari pulau ogasawara, funazushi dari prefektur shiga dan lainnya. Lalu sekarang juga banyak bermunculan sushi moderen, dengan toping makanan yang tidak hanya hasil dari laut tapi misalnya ayam goreng, daging panggang, lalu juga ada yang memakai bumbu mayonaisse, buah alpukat dan lain-lain.
|
Sushi moderen dengan mayonaisse |
Dari cara penyajiannya kita bisa menemukan dua cara, yaitu sushi yang disajikan dengan dan tanpa roda putar (rotasi). Sushi yang disajikan tanpa berputar ini biasanya disajikan langsung di depan pembeli yang duduk disekitar counter tempat orang yang membuatnya (itamae). Mereka biasanya memesan ke itamae untuk sushi yang ingin dimakan. Lalu untuk sushi yang disajikan dengan rotasi biasanya juga mereka duduk mengelilingi counter. Bedanya, untuk memakannnya kita cukup mengambil sushi yang sudah ditaruh di piring kecil yang ber-rotasi di sekeliling counter makan, tanpa harus memesan. Namun kita juga bisa memesannya kalau sushi yang kita inginkan tidak ada di rotasinya.
|
Penyajian sushi dengan rotasi |
Harga dari sushi yang dijual juga relatif, tergantung popularitas dari restoran atau itamae-nya, bisa juga dari lokasi restoran dan faktor-faktor lain. Untuk referensi, di restoran yang termurah untuk sushi tanpa rotasi minimal kita harus menyediakan anggaran sekitar 5000 yen untuk sekali makan per orang. Kemudian untuk sushi yang disajikan dengan rotasi, minimal anggaran yang harus disediakan relatif murah. Untuk sekali makan cukup sediakan 1500 s/d 2000 yen .
|
Penyajian sushi berbentuk kereta yang dikomputerisasi |
Cara penyajian rotasi ini menjadikan sushi makin mudah untuk dijangkau, karena selain harganya yang murah, namun juga ada unsur entertainment nya juga sebab kita bisa menonton sushi yang disajikan berputar berderet-deret. Pemandangan ini tentunya sangat menarik terutama bagi anak kecil dan turis internasional yang sedang berkunjung ke Jepang. Bahkan sekarang sudah ada penyajian sushi putar yang dimodifikasi, sehingga unsur entertainment nya lebih tinggi. Sushi diletakkan diatas tempat yang berbentuk kereta yang sudah dikomputerisasi, sehingga sushi bisa langsung diantar ke meja pemesan. Untuk melalukan pemesanan juga cukup mengakses menu dari gadget portable yang sudah mempunyai fasilitas touch screen di masing-masing meja dan bisa melayani berbagai bahasa.
|
Pemesanan sushi touchscreen dengan multi bahasa |
Yang terakhir, bagi orang sibuk yang tidak sempat pergi ke restoran, kita bisa juga membeli sushi yang sudah di packing di supermarket atau di warung terdekat dengan harga yang relatif sangat murah mulai sekitar 350 yen. Bagaimana rasanya sushi jenis ini ? Yah, lumayan lah untuk sekedar mengganjal perut yang sedang lapar.
|
Sushi pack yang dijual di supermarket |
Dengan mengetahui sejarah sushi yang ternyata sudah ada ber-abad lalu, lalu tunggu apa lagi ??? Sekarang, bergegaslah mencoba berbagai ragam sushi di tempat kamu yang terdekat..............
0 件のコメント:
コメントを投稿